Rabu, 02 Januari 2019

Catatan Ki Aas #9 TIGA MASALAH PENTING

https://www.pexels.com/photo/three-clothespins-on-clothesline-1366242/

A
بسم الله الرحمن الرحيم
TIGA MASALAH PENTING
Saya buat tulisan berikut untuk meluruskan fenomena yang menurut saya tidak pas.
I. MENDIDIK ANAK SEJAK DINI
Akhir-akhir ini orang tua sering galau dengan pendidikan usia dini anaknya dan bingung mau dicetak jadi apa.
Sebenarnya, masalah ini akan terjawab setelah potensi anak terlihat dari minat, bakat, dan cita-citanya. Kita jangan berfikir mau mencetak anak menjadi apa, tapi harus berusaha mencetak anak yang shalih dengan menyerahkan kepada kehendak Allah bagi anak itu.
Menurut saya, orang tua zaman now suka terlalu terpengaruh dengan trend tanpa mempertimbangkan potensi yang ada.

Misal, mencetak anak agar bisa menjadi hafidz al Qur'an, tak ada yang salah dengan hal itu, tapi jangan sampai tujuan menjadikannya hafidz al Qur'an berhasil tapi hanya menjadi penghafal saja tanpa memiliki kemampuan untuk menggali makna-maknanya.
Menjadi hafidz al Qur'an itu bagus karena menurut guru saya, berdasarkan penelitian bahwa seorang hafidz al Qur'an memiliki kecerdasan yang di atas rata-rata. Maknanya, di keseharian menghafal ada yang sangat penting yaitu penanaman keilmuan dan pengetahuan ilmu agama baik di bidang aqidah, fikih, dan akhlak. Jangan sampai saat ia menghafal al Qur'an tapi tidak mengetahui kaidah-kaidah hukum dalam tatacara beribadah. Walaupun insya Allah penanaman hal itu seiring dengan upaya pencetakan seseorang menjadi hafidz.
Atau anak itu hanya hafal al Qur'an tetapi tidak memahami kaidah-kaidah Bahasa Arab dan yang berkaitan padanya karena kunci memahami al Qur'an dan Hadits Rasulullah shallallāhu 'alaihi wa sallam adalah dengan kemampuan bahasa Arab. Tentu ini adalah tugas umat Islam dalam memandang sebuah program secara komprehensif.

Atau ketika telah hafal, maka kemudian ilmu-ilmu yang diajarkan dengan benar kemudian disalahkan secara nyata oleh anaknya, hal itu terjadi karena yang dilihat adalah satu faktor saja tapi tidak melihat resiko ketika salah memilih guru buat anak-anaknya.
Contoh lain, orang tua mencetak anak-anaknya menjadi ahli dalam ilmu-ilmu duniawi, dengan sekuat tenaga membentuk seperti itu, tapi kemudian anaknya sama sekali tidak kenal huruf-huruf dan bacaan al Qur'an, tidak mengerti tatacara shalat yang benar, dan akhirnya menjadi seseorang yang tidak pernah mengenal agama. Sungguh mengherankan bila seorang muslim tidak mengerti kitab sucinya dalam kemampuan paling dasar berupa baca dan tulis al Qur'an. Golongan masyarakat seperti ini mudah untuk dibodohi dan dipengaruhi tanpa mengetahui tentang kebenarannya.

Para Ulama ketika melihat seseorang dalam usia dini telah memberikan tuntunan apa saja yang menjadi dasar pendidikan yang harus ditanamkan kepada mereka.
Berikut beberapa hal yang mesti difahami oleh orang tua atau yang berfungsi sebagai pengganti orang tua untuk anak-anaknya

١ _ المنهج القويم شرح المقدمة الحضرمية للهيتمي ص ٦٧
ويجب على الولي الأب أو الجد ثم الوصي أو القيم والسيد والملتقط والمودع والمستعير ونحوهم تعليم المميز أن النبي صلى الله عليه وسلم ولد بمكة وبعث ومات بالمدينة ودفن فيها
"Wajib hukumnya kepada wali, yaitu ayah atau kakek, kemudian penerima wasiat, atau pelaksana dan tuan, penemu (pengadopsi), yang mendapat titipan, peminjam, dan yang meminjam - semuanya yang bertalian dengan anak kecil (pen) - agar mereka mengajarkan kepada seorang mumayyiz bahwa Nabi shallallāhu 'alaihi wa sallam dilahirkan dan diutus (menjadi Rasul) di Makkah dan meninggal serta dikuburkan di Madinah."

ثم أمر كل من الصبي المميز والصبية المميزة بها أي بالصلاة بشروطها لسبع أي بعد سبع من السنين وإن ميز قبلها ولا بد مع صيغة الأمر من التهديد وضربه وضربها عليها لعشر أي بعد العشر لما صح من قوله صلى الله عليه
وسلم مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع واضربوهم عليها وهم أبناء عشر, وحكمة ذلك التمرين على العبادة
"Kemudian memerintahkan kepada anak kecil laki-laki dan perempuan yang telah mumayyiz untuk shalat beserta syarat-syaratnya karena usia 7 tahun, yakni setelah mencapai tujuh tahun usia walaupun anak itu telah mumayyiz sebelum (usia)nya. Dan mestilah menggunakan kata perintah beserta ancaman. Dan memberikan sangsi pukulan kepada anak itu, karena 10 tahun usianya, yakni setelah mencapai usia 10 tahun. Berdasarkan hadits shahih dari sabda Nabi shallallāhu 'alaihi wa sallam: 'Perintahkan anak-anakmu melaksanakan shalat karena usia mencapai tujuh tahun, dan pukullah (karena tidak menaati) saat mencapai 10 tahun'. Hikmahnya dari hal ini adalah pelatihan ibadah."

والتمييز أن يصير بحيث يأكل وحده ويشرب وحده ويستنجي وحده ويختلف باختلاف أحوال الصبيان فقد يحصل مع الخمس وقد لا يحصل إلا مع العشر
"Tamyiz adalah ketika seorang anak mampu makan, minum, dan istinja' sendiri, dan keadaannya berbeda dengan sebab berbedanya keadaan. Kadang-kadang (seorang anak) hasil mencapai tamyiz pada usia lima tahun, dan kadang-kadang tidak berhasil kecuali saat mencapai 10 tahun."
وعلى من ذكر أيضا نهيه عن المحرمات حتى الصغائر وتعليمه الواجبات ونحوها وأمره بها كالسواك وحضور الجماعات وسائر الوظائف الدينية
"Dan juga terhadap orang yang telah disebutkan agar melarang anak itu dari semua yang diharamkan termasuk dosa-dosa kecil, dan mengajarkan kewajiban-kewajiban dan memerintahkan (hal itu), seperti bersiwak, menghadiri acara-acara berjama'ah, dan seluruh fungsi-fungsi keagamaan."
Demikian menurut Imam Ibnu Hajar al Haitami dalam kitabnya.

Dalam kitab lain:
٢ _ إرشاد العباد إلى سبيل الرشاد ص ٢٣
(تنبيه:) إنّ أول واجب على الآباء للأولاد تعليمهم أن النبيّ بعث بمكة ومات ودفن بالمدينة.
[Mengingatkan], Sesungguhnya awal kewajiban para orang tua kepada anak-anak adalah mengajarkan mereka bahwa Nabi diutus di Mekkah dan wafat serta dikuburkan di Madinah."
اعلم أن أوّل ما يلزم المكلف تعلم الشهادتين ومعناهما وجزم اعتقاده،
"Ketahuilah bahwa awal sesuatu yang harus dilakukan mukallaf adalah mempelajari tentang syahadatain, memaknainya, dan menetapkan i'tiqadnya."
ثم تعلم ظواهر علم التوحيد وصفات الله تعالى، وإن لم يكن عن الدليل،
"Kemudian mempelajari dzahir-dzahirnya ilmu tauhid dan shifat-shifat Allah Ta'ala walaupun belum ada pengetahuan (belum memakai dalam belajarnya) dari dalil."
ثم ما يحتاج إليه لإقامة فرائض الدين كأركان الصلاة والصوم وشروطهما، والزكاة إن ملك مالاً نصاباً، ولو كان هناك ساعٍ، والحجّ إن كان مستطيعاً له،
"Kemudian sesuatu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama seperti rukun shalat dan shaum beserta syarat-syaratnya, dan zakat ketika ia memiliki hartanya mencapai nishab, walaupun di sana ada wali yang mengatur. Dan (juga) haji ketika telah mampu."
ثم علم الأحكام التي يكثر وقوعها إن أراد أن يباشر عقداً بيعاً كان أو غيره كالأركان والشروط،
"Kemudian ilmu berbagai hukum yang banyak dialami terjadinya, jika ia hendak melangsungkan akad jual beli atau yang lainnya seperti ilmu tentang rukun-rukun dan syarat-syarat."
ولا سيما في الرَّبَويَّات لمن خاض فيها، وكواجبات القسم بين الزوجات والقيام بالمماليك،
"Terutama tentang ribawiyyat bagi yang fokus terhadapnya, dan seperti kewajiban-kewajiban yang terbagi antara suami dan istri, dan melaksanakan (hak dan kewajiban) kepada semua kepemilikan (orang yang di bawah kekuasaan kita, hamba sahaya misalnya - pen)."
ويجب أيضاً تعلم دواء أمراض القلب: كالحسد والرياء والعجب والكبر
"Dan wajib juga mempelajari obat-obat penyakit hati, seperti: hasad; riya; ujub, dan takabbur."
واعتقاد ما ورد به الكتاب والسنة
"Dan meyakini apa pun yang terwarid dari al Qur'an dan as sunnah."
Itulah dasar-dasar penting kepada seorang anak. Tentang metode dan cara mengajarkan disesuaikan dengan potensi dan keinginan si anak itu. Tidak ada metode yang baku, tapi tidak mungkin tidak memakai metode.

II. BERTASHAWWUF (BERTHARIQAH) SEBELUM MEMILIKI DASAR ILMU SYARI'AT.
Ada pertanyaan bolehkah bersuluk (bertarekat) ketika ilmu syari'atnya masih lemah, apakah karena usianya masih terlalu belia atau karena memang masih terlalu 'awwam dalam agama?
Maka, mungkin jawabannya variatif tetapi yang paling mendekati sisi ilmu adalah haruslah mengerti dulu dasar-dasar syari'at dalam hal aqidah dan fikih. Tujuannya adalah agar tidak terjatuh kepada kesalahan dalam memahami dunia suluk tersebut.
Saat berbicara tashawwuf maka tidak lepas dari istilah thariqoh/tarekat, haqiqah/hakekat, dan ma'rifah/ma'rifat dalam dimensi tashawwuf.

Sebuah keharusan bagi yang mau terjun bersuluk, bertashawwuf, memiliki bekal syari'at yang cukup (dalam masalah aqidah dan fiqh), baik ushul maupun furu'nya maka jika seseorang masih lemah dalam syari'at tetapi sudah terjun ke dunia suluk dikhawatirkan terjatuh kepada kebatinan saja. 

Jadi, kalaupun mau mengajarkan tashawwuf/tarekat maka calon-calon murid harus diintensifkan dulu pemahaman dasar-dasar Tauhid dan Fiqihnya.
Dalam kitab كفاية الأتقياء ومنهاج الأصفياء، saat mensyarahi mandzumah:
وكذا الطريقة والحقيقة يا أخي # من غير فعل شريعة لن تحصلا
"Dab seperti itulah thariqah dan haqiqah wahai Saudaraku #
Keduanya tidak dapat dihasilkan karena tidak mengerjakan syari'ah."

Berkata mushannif:
والمعنى أن الطريقة والحقيقة كلاهما متوقف على الشريعة فلا يستقيمان ولا يحصلان إلا بها،
"Maknanya bahwasannha thariqah dan haqiqah, keduanya bertawaqquf kepada syari'at, maka tidak akan tegak dan diperoleh keduanya kecuali dengan syari'at."
فالمؤمن وإن علت درجته وارتفعت منزلته وصار من جملة الأولياء لا تسقط عنه العبادات المفروضة فى القرآن والسنة
"Maka seorang mukmin walaupun derajatnya telah tinggi dan martabatnya luhur, dan termasuk golongan awliyā maka ia tidak tergugurkan dari semua ibadah yang difardlukan berdasarkan al Qur'an dan as Sunnah."

ومن زعم أن من صار وليا ووصل إلى الحقيقة سقطت عنه الشريعة فهو ضال مضل ملحد ولم تسقط العبادات عن الإنبياء فضلا عن الأولياء _ كفاية الأتقياء ومنهاج الأصفياء ص ١٢
"Barangsiapa menganggap bahwa dirinya telah menjadi seorang wali dan sampai kepada haqiqah, kemudian ia tergugurkan dari syari'at maka dia sesat lagi menyesatkan yang mulhid. Dan tidaklah menggugurkan pelaksanaan berbagai ibadah terhadap para Nabi yang kedudukannya (lebih) utama daripada para wali."

Menurut Syekh Abdul Qadir al Jaelani qaddasallāhu sirrahu :
فالذي يجب على المريد المبتدى في هذه الطريقة:
الاعتقاد الصحيح الذي هو الأساس، فيكون على عقيدة السلف الصالح أهل السنة القديمة سنة الأنبياء والمرسلين، والصحابة والتابعين، والأولياء والصديقين على ما تقدم ذكره وشرحه في أثناء الكتاب
"Maka kewajiban seorang murid (yang hendak wushul kepada Allah) yang pemula, pada thariqah ini: adalah i'tiqad yang shahih sebagai dasar. Hendaknya ada menurut aqidah salaf yang shalih ahlussunnah yang terdahulu yang menjadi sunnah para Nabi dan Rasul, shahabat dan tabi'in, awliya' dan shiddīqīn, sesuai dengan yang telah terdahulu disebutkan dan dijelaskan pada pertengahan kitab."

فعليه بالتمسك بالكتاب والسنة والعمل بها أمرا ونهيا، أصلا وفرعا، فيجعلهما جناحيه يطير بهما فى الطريق الواصل إلى الله عز وجل _ الغنية لطالبي طريق الحق عز وجل ط. دار الكتب العلمية، ج ٢ ص. ٢٧٧
"Maka hendaklah kepadanya berpegang teguh kepada al Qur'an dan as Sunnah dan mengamalkan baik perintah maupun larangan, ushul dan furu', kemudian ia menjadikan keduanya (al Kitab dan as Sunnah) sebagai dua sayapnya untuk terbang menapaki jalan yang akan menjadikannya wushul (mencapai haqiqah dan ma'rifah) kepada Allah Ta'ala."
Saya kira kedua referensi di atas cukup menjadi gambaran dalam hal ini.

III. MENG-AAMIIN-KAN DO'A ORANG LAIN
Pernah ada yang bilang berdo'a itu kewajiban individu sehingga apa bila mengaamiinkan do'a orang lain tidak ada gunanya.
Sahabatku, Allah Maha mengetahui atas do'a hambaNya walau dengan bahasa apa pun.
Seandainya saat berdo'a bersama dibarengi Aamiin atau di hatinya berdo'a dan di mulutnya bilang Aamiin, insya Allah asal dengan keikhlasan hati dan yakin atas ijabah akan terkabul.

Arti aamiin adalah :
اللَّهُمَّ اسْتَجِبْ لَنَا دُعَاءَنَا
"Ya Allah, kabulkanlah do'a kami.."
Perhatikan 'ibaroh berikut:
وَمَعْنَى آمِينَ عِنْدَ الْعُلَمَاءِ اللَّهُمَّ اسْتَجِبْ لَنَا دُعَاءَنَا ، وَهُوَ خَارِجٌ على قول القارئ (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ) إِلَى قَوْلِهِ (وَلَا الضَّالِّينَ) فَهَذَا هُوَ الدُّعَاءُ الَّذِي يَقَعُ عَلَيْهِ التَّأْمِينُ ،
"Makna aamiin menurut Ulama adalah, Ya Allah kabulkanlah do'a kami, dan hal itu yang keluar dari perkataan orang yang membaca,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غير المغضوب عليهم وَلَا الضَّالِّينَ
"Tunjukkanlah kami jalan yang lurus (agama Islam), yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang yang Engkau murkai dan bukan jalan orang-orang yang tersesat."
أَلَا تَرَى إِلَى قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم في حَدِيثُ سُمَيٍّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ : ( إِذَا قَالَ الْإِمَامُ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضالين فقولوا آمين ) فكأن القارئ يَقُولُ : اللَّهُمَّ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ، اللَّهُمَّ آمِينَ . وَهَذَا بَيِّنٌ وَاضِحٌ يُغْنِي عَنِ الْإِكْثَارِ فِيهِ " التمهيد لابن عبد البر، ج ٧ ص ٩-١٠
"Tidakkah engkau perhatikan Sabda Nabi shallallāhu 'alaihi wa sallam dari Hadits Sumayy dari Abi Shalih dari Abi Hurairah radliyallāhu 'anhu, " jika imam membaca:
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Maka ucapkanlah Aamiin.
Karena seolah-olah yang membacanya mengucapkan:
اللَّهُمَّ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ، اللَّهُمَّ آمِينَ
Hal ini sudah sangat jelas benderang yang mencukupkan (alasan) untuk memperbanyak bacaan itu."
Antara yang berdo'a dan yang mengamini adalah sekutu dalam pengkabulan.
واخرج أبو الشيخ عن أبي هريرة رضي الله عنه قال كان موسى عليه السلام إذا دعا أمن هارون على دعائه يقول آمين قال أبو هريرة رضي الله عنه وهو اسم من أسماء الله تعالى فذلك قوله قد أجيبت دعوتكما
وأخرج أبو الشيخ عن ابن عباس رضي الله عنه في قوله قد أجيبت دعوتكما قال دعا موسى عليه السلام وأمن هارون
وأخرج عبد الرزاق وابن جرير وأبو الشيخ عن عكرمة رضي الله عنه قال كان موسى عليه السلام يدعو ويؤمن هارون عليه السلام فذلك قوله قد أجيبت دعوتكما واخرج سعيد بن منصور عن محمد بن كعب القرظي رضي الله عنه قال كان موسى يدعو وهرون يؤمن والداعي والمؤمن شريكان
وأخرج ابن جرير عن محمد بن كعب القرظي قال دعا موسى وأمن هارون
وأخرج ابن جرير عن أبي صالح وأبى العالية والربيع مثله
أخرج ابن جرير عن ابن زيد رضي الله عنه قال كان هارون عليه السلام يقول آمين فقال الله قد أجيبت دعوتكما فصار التأمين دعوة صار شريكه فيها _ _ الدر المنثور في التفسير المأثور للسيوطي ج ٧ ص ٦٩٧ - ٦٩٨
Fokus pada kalimat ini saja cukup:
كان موسى يدعو وهارون يؤمن، والداعي والمؤمن شريكان
"Nabi Musa berdo'a dan Nabi Harun mengaminkan, maka yang berdo'a dan yang mengamini adalah sekutu (dalam terkabulnya do'a)."
Demikian tiga masalah yang bisa menjadi bahan pemikiran bagi kita.

Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan taufiknya agar kita mampu mendidik anak, mencapai wushul kepada-Nya, dan mendapatkan segala kabulan do'a walaupun dengan mengaamiinkan do'a orang-orang yang beriman.. Aamiin

اللهم اجعلنا من الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه
وصلى الله وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
والحمد لله رب العالمين
 
Garut, dini hari 18 Desember 2018/10 Rabi'ul Akhir 1440 H
Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Bijaklah Dalam Berkomentar!