Rabu, 02 Januari 2019

Catatan Ki Aas #10 PENINGKATAN MUTU IBADAH

https://www.pexels.com/photo/abstract-bright-close-up-color-268460/

A
بسم الله الرحمن الرحيم
PENINGKATAN MUTU IBADAH
Sahabatku bahasan lanjutan "Meramu Khilafiah menjadi Ukhuwah" tentang Perang Shiffin untuk sementara belum dilanjutkan karena mempertimbangkan dulu manfaat atau madlaratnya.

Kemudian, tentang apa yang terjadi beberapa waktu lalu, berupa polemik dan kegiatan-kegiatan umat Islam lainnya, saya hanya akan melihat sisi positifnya saja. Selama kerangkanya demi kemajuan Islam walaupun berada dalam ijtihad yang berbeda saya meyakini pasti ada hikmahnya, tak perlulah kiranya kita untuk saling mencaci atau mengobarkan kebencian, hal itu hanya akan menjatuhkan martabat kita sendiri, baik dalam pandangan Allah maupun dalam sudut pandang manusia. Masalah-masalah fiqhiyyah yang menyangkut perbuatan yang dilakukan umat Islam biarlah orang-orang faqih yang membahasnya, karena hal itu bagian dari dinamika dan memunculkan gairah berfikir ilmiah dan beramaliah yang baik dengan syarat belenggu-belenggu 'ashobiyah dan merasa baik sendiri ditinggalkan.
Saya akan membahas sisi lain saja yang semoga bisa melengkapi kualitas umat harapan sebagai "khaira ummah", umat terbaik.
Sahabatku, dalam hidup antara kuantitas dan kualitas adalah dua hal penting, keduanya mesti saling mengisi.

Kuantitas sesuatu dilihat dari segi yang tersurat dari jumlah, banyak, dan angka-angka kuantitatif. Tapi jangan menjadikan hanya angka-angka itulah yang menjadi tolak ukur sesuatu itu. Sementara kualitas dilihat dari segi yang tersirat dari penilaian-penilaian yang kualitatif. Tetapi, ada beberapa ketentuan kualitas sesuatu didasarkan pada kekuantitasan sesuatu tapi ada kualitas itu sama sekali di luar patokan-patokan kuantitatif.
Dengan demikian keduanya penting, dan ada irisan yang erat antara kuantitas dan kualitas.
Dalam beramal mestilah melihat sisi kuantitas dan kualitas, tetapi kuantitas amal dan kualitasnya akan diterima jika didasari niat dan keikhlasan. 

Misalnya jihad fī sabīlilLāh dengan segenap jiwa dan harta dilakukan seorang muslim sebagai bagian dari upaya pencapaian amal terbaik, baik jihad fisik maupun jihad melawan hawa nafsu (mujāhadah). Ternyata ia akan diterima oleh Allah jika didasari niat yang ikhlas. Sementara apabila jihad itu tidak semata-mata demi ridla Allah, maka ia hanya bernilai jihad pada sisi dirinya atau orang lain tetapi tidak menurut Allah. Sehingga nanti di hari kiamat ada orang yang menyangka dirinya memperoleh "syahādah"/kesyahidan ternyata malah masuk neraka karena niat yang salah. 

Begitu pun seorang 'alim atau yang kaya ketika orang alim tadi selalu mengajarkan agama atau seorang kaya lalu ia mendermakan hartanya, maka keduanya akan diterima jika dilakukan dengan penuh ikhlas, bukan karena ingin penilaian manusia. Jika dilakukan dengan niat yang ikhlas, maka kealiman atau kekayaan itu akan diterima oleh Allah, dan jika tidak ikhlas malah api neraka yang menjadi balasannya. Na'ūdzu bilLāhi min dzālik.

Sayyiduna Rasulullah shallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ _ رواه مسلم وأحمد عن أبي هريرة رضي الله عنه
"Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat ialah seseorang yang mati syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, lantas Dia bertanya: 'Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku? Dia menjawab: 'Saya berjuang dan berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.' Allah berfirman: 'Dusta kamu, sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani. Kini kamu telah menyandang gelar tersebut.' Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan didatangkan pula seseorang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, Allah bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat? ' Dia menjawab, 'Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur'an demi Engkau.' Allah berfirman: 'Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur'an agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan seorang laki-laki yang di beri keluasan rizki oleh Allah, kemudian dia menginfakkan hartanya semua, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.' Allah bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat dengannya? ' dia menjawab, 'Saya tidak meninggalkannya sedikit pun melainkan saya infakkan harta benda tersebut di jalan yang Engkau ridlai." Allah berfirman: 'Dusta kamu, akan tetapi kamu melakukan hal itu supaya kamu dikatakan seorang yang dermawan, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu.' Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka."

Sahabatku, oleh karena itu mari kita camkan baik-baik tentang penanaman ikhlas di saat kita beramal dalam kehidupan sehari-hari.

Pencapaian kualitas terbaik idealnya disertai pencapaian kuantitas yang optimal, tetapi siapakah kita? Kita hanyalah manusia-manusia yang sangat banyak memiliki kealfaan dan dosa. Maka sewajarnya bagi kita untuk selalu berusaha mencapai yang terbaik dengan selalu mawas diri atas segala khilaf dan salah yang dimiliki.

Jika kita melakukan ritual keagamaan seperti berdzikir atau bershalawat maka kuantitas harus ditingkatkan dan kualitas pun harus dicapai.

Contoh kecil yang terjadi di masyarakat adalah sangatlah banyak yang rajin berdzikir atau bershalawat tetapi lebih melihat kuantitas, yang diperbanyak adalah kuantitasnya. Padahal mestilah mencapai optimalisasi dalam kualitas, di antaranya memahami makna yang dibaca dengan difikirkan, direnungkan, dan ditadabburi, bukan hanya dzikir dan shalawat, membaca al Qur'an pun demikian.

Tidaklah salah bagi yang belum mengerti banyak apa yang dibaca untuk memperbanyak bacaan, hal itu adalah bagus dalam rangka membiasakan diri. Tetapi, jangan sampai melupakan upaya memahamkan dan mentadabburi karena akan memotivasi seseorang merealisasikan apa yang dibacanya dalam tingkat aktualisasi. Dengan memahami makna yang kita baca akan berpengaruh pada peningkatan ilmu dan amal.
Bahkan menurut Ulama, jika seseorang berdzikir haruslah memahami maknanya walaupun makna ijmal (makna global).
(تنبيه) قال العلماء رضي الله عنهم اعلم أنه لا يثاب ذاكر على ذكره إلا إذا عرف معناه ولو إجمالا بخلاف القرآن فيثاب قارئه مطلقا نبه ذلك القليوبي _ كاشفة السجا ص. ٥
"(Tanbīh/mengingatkan) Para Ulama berkata bahwasannya tidaklah seorang yang dzikir diberi pahala atas dzikirnya kecuali jika ia mengetahui maknanya walau global. Berbeda dengan al Qur'an maka akan diberi pahala pembacanya secara mutlak. Al Qalyubi telah mengingatkan hal itu."

Walau demikian, semua perlu dilakukan secara bertahap. Termasuk dalam memaknai perkataan para Ulama di atas, ada sebagian orang yang rajin membaca al Qur'an secara minimalis saja, mencukupkan pada bacaan karena percaya ada pahalanya, sebenarnya bagi pemula tidaklah mengapa tetapi bagi muslim yang masih diberi kemampuan untuk belajar jangan memiliki alasan seperti itu, ia harus melanjutkan dirinya kepada tadabbur al Qur'an, ia harus memaknai dalam kekhusyu'an terhadap kandungan makna setiap apa yang dibacanya, tetapi jangan pula hanya membatasi pada terjemah, karena terjemah al Qur'an hanyalah satu upaya kecil memahami makna al Qur'an dan realitasnya maksud sebenarnya dari ayat yang kita baca tidaklah seperti terjemahannya, terkadang memiliki makna yang lebih spesifik dan khas dibanding terjemahan. Maka, dibutuhkan banyak perangkat seperti tafsir dan ilmu-ilmu lain untuk mentadabburi al Qur'an dan membumikannya sebaik-baiknya. Atau jika tidak memiliki perangkat itu, bertanyalah kepada ahli al Qur'an. Sehingga tidaklah cukup terhadap al Qur'an itu membaca dan mentahfidznya sementara kandungannya tidak memahami, karena al Qur'an itu bukan untuk dibaca dan dihafal saja tetapi untuk diaktualisasikan sesuai maksud ayat-ayatnya.

Menurut Syekh Hujjatul Islām, Imam al Ghazali:
وقد ذكرنا في كل واحد من هذه الأحوال كتابا مفردا يستعان به على تفصيل الفكر أما بذكر مجامعه فَلَا يُوجَدُ فِيهِ أَنْفَعُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ بالتفكر فإنه جَامِعٌ لِجَمِيعِ الْمَقَامَاتِ وَالْأَحْوَالِ وَفِيهِ شِفَاءٌ لِلْعَالَمِينَ وفيه مَا يُورِثُ الْخَوْفَ وَالرَّجَاءَ وَالصَّبْرَ وَالشُّكْرَ وَالْمَحَبَّةَ وَالشَّوْقَ وَسَائِرَ الْأَحْوَالِ وَفِيهِ مَا يَزْجُرُ عَنْ سَائِرِ الصِّفَاتِ الْمَذْمُومَةِ
"Dan kami telah menyebutkan untuk masing-masing kitab (bagian) tersendiri yang akan diberikan pertolongan melaluinya terhadap merincikan pemikiran, baik dengan menyebut kumpulan masalahnya, maka tiadalah padanya yang lebih bermanfaat dibandingkan membaca al Qur'an seraya bertafakkur. Karena hal itu yang menyatukan seluruh maqamat dan ahwal, hal itu juga merupakan obat bagi seluruh alam, dan pada hal itu akan melahirkan khauf, raja', sabar, syukur, mahabbah, syauq dan seluruh ahwal. Dan padanya terdapat sesuatu yang mencela sifat-sifat yang buruk."
فَيَنْبَغِي أَنْ يَقْرَأَهُ الْعَبْدُ وَيُرَدِّدَ الْآيَةَ الَّتِي هُوَ مُحْتَاجٌ إِلَى التَّفَكُّرِ فِيهَا مَرَّةً بَعْدَ أُخْرَى وَلَوْ مِائَةَ مَرَّةٍ فَقِرَاءَةُ آيَةٍ بِتَفَكُّرٍ وَفَهْمٍ خَيْرٌ مِنْ خَتْمَةٍ بِغَيْرِ تَدَبُّرٍ وَفَهْمٍ فَلْيَتَوَقَّفْ فِي التَّأَمُّلِ فِيهَا وَلَوْ لَيْلَةً وَاحِدَةً فَإِنَّ تَحْتَ كُلِّ كَلِمَةٍ مِنْهَا أَسْرَارًا لَا تَنْحَصِرُ وَلَا يُوقَفُ عَلَيْهَا إِلَّا بِدَقِيقِ الْفِكْرِ عَنْ صَفَاءِ الْقَلْبِ بَعْدَ صِدْقِ الْمُعَامَلَةِ
وَكَذَلِكَ مُطَالَعَةُ أَخْبَارِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّهُ قَدْ أُوتِيَ جَوَامِعَ الْكَلِمِ (1) وَكُلُّ كَلِمَةٍ مِنْ كَلِمَاتِهِ بَحْرٌ مِنْ بُحُورِ الْحِكْمَةِ وَلَوْ تَأَمَّلَهَا الْعَالِمُ حَقَّ التَّأَمُّلِ لَمْ يَنْقَطِعْ فِيهَا نَظَرُهُ طُولَ عُمُرِهِ.. _ إحياء علوم الدين ج ٤ ص ٤٣١
"Dan hendaklah ia membaca al Qur'an dan mengulang-ulang ayat yang dibutuhkan untuk ditafakkuri berkali-kali walaupun sampai seratus kali. MEMBACA SATU AYAT DENGAN DIFIKIRKAN DAN DIFAHAMI LEBIH BAIK DARIPADA MENGKHATAMKANNYA TANPA DIFIKIRKAN DAN DIFAHAMI, maka berdiamlah dalam memikirkannya walaupun semalam penuh. Karena pada setiap kalimahnya ada rahasia tak terhingga dan tidaklah mengusahakannya kecuali dengan jeli berfikir dari kebeningan hati setelah benar dalam berkomunikasi.
Begitu pula dalam memuthala'ah khabar-khabar dari Rasulillah shallallāhu 'alaihi wa sallam karena beliau dianugerahi Jawami'ul kalim, dalam setiap kalimatnya ada lautan hikmah. Seandainya seorang alim merenunginya maka tidak akan terputus pandangannya sepanjang usianya..."

Seseorang bisa mencapai wushul kepada Allah salah satunya dengan memikirkan kandungan makna dalam al Qur'an dan al Hadits karena seluruh yang ia lakukan dalam menjalani maqamat dan ahwal bersumber dari al Qur'an dan al Hadits.
Dari apa yang telah diurai, pada dasarnya memperbanyak dzikir secara kuantitas sampai 1000x atau lebih misalnya adalah bagus. Karena pada dasarnya melaksanakan Firman Allah:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا اللّٰهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا وَّ سَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang." (Q.S. Al-Ahzab [33]: 42)

Berdzikir, bertasbih, dengan sebanyak-banyaknya adalah bagus.
Shalawat sampai 1000x juga ada haditsnya walaupun ada yang mendla'ifkan:
من صلى علي في يوم ألف مرة لم يمت حتى يرى مقعده من الجنة _ رواه أبو الشيخ عن أنس
"Barangsiapa bershalawat kepadaku dalam sehari 1000x, maka tidaklah dia mati sebelum melihat tempatnya di jannah."
Dalam hadits lain:
وقال عليه الصلاة والسلام إن أولى الناس بي يوم القيامة أكثرهم علي صلاة _ أفضل الصلوات على سيد السادات ص ٢٨
"Sesungguhnya manusia paling utama denganku pada hari kiamat adalah yang paling banyak membaca shalawat kepadaku."
Dalam kitab Al Fawaid Al Mukhtaroh, Syaikh Abdul Wahhab Asy Sya’roni meriwayatkan bahwa Syekh Abul Mawahib Asy Syadzili berkata
رَأَيْتُ سَيِّدَ الْعَالَمِيْنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ صَلاَةُ اللهِ عَشْرًا لِمَنْ صَلَّى عَلَيْكَ مَرَّةً وَاحِدَةً هَلْ ذَلِكَ لِمَنْ حَاضَرَ الْقَلْبَ ؟
"Aku pernah bermimpi bertemu Baginda Nabi Muhammad Shallallāhu 'alaihi wa sallam, aku bertanya “Ada hadis yang menjelaskan sepuluh rahmat Allah diberikan bagi orang yang berkenan membaca shalawat, apakah dengan syarat saat membaca harus dengan hati hadir dan memahami artinya?”
قَالَ لاَ، بَلْ هُوَ لِكُلِّ مُصَلٍّ عَلَيَّ وَلَوْ غَافِلاً
Kemudian Nabi menjawab “Bukan, bahkan itu diberikan bagi siapa saja yang membaca shalawat meski tidak faham arti shalawat yang ia baca”
Dalam hadits lain:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّ مِنْ اَفْضَلِ اَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَاَكْثِرُوْا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيْهِ فَاِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوْضَةٌ عَلَيَّ _ رواه ابو داود.
Sabda Rasulullah shallallāhu 'alaihu wa sallam “Hari yang paling mulia adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah shalawat di hari itu, karena shalawat kalian dihaturkan kepangkuanku”.
JADI, yang ideal adalah jumlahnya diperbanyak, tafakkurnya diperdalam.. Semoga saja kita bisa seperti itu. TAPI, sekali lagi bahwa bacaan yang ditadabbur dan difahami itu lebih baik daripada bacaan yang lewat begitu saja tanpa tadabbur dan faham, maka syarat penting adalah mengerti apa yang dibaca.

Sahabatku, dalam kebiasaan di masyarakat kita terdapat banyak ritual keagamaan seperti tahlilan atau marhaba, atau banyak pula kreasi seni yang menggunakan qashidah-qashidah tetapi banyak di antara mereka yang tidak mengerti arti dan maknanya. Padahal seandainya saja mengerti apa yang dibaca maka penanaman kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya akan lebih cepat tertanam. Coba saja, membaca natsar (prosa) al Barzanji yang berisi sirah Nabawiyyah, maka seandainya memafhumi apa yang dibaca maka akan semakin mengenal sirah Sayyidina Muhammad, dan pembacaan akan lebih mengharukan di lubuk hati pembacanya.

Mutu ibadah akan terlihat apabila sudah meningkatkan kuantitas dan kualitas amal yang didasari ridla Allah. Hanya saja bagian lain yang cakupannya luas dalam ajaran Islam adalah sisi mu'amalah, yaitu segala sesuatu yang menyangkut hak Adami dan " حبل من الناس ", sisi sosial dalam kekeluargaan, kemasyarakatan, kenegaraan, dan tatanan lingkungan. Insyā Allah apabila diberi kekuatan taufiq dan hidayah kita akan bersama-sama mengkajinya.Walaupun tetap dasar ibadah vertikal dan horisontal didasarkan atas niat dan keikhlasan...

Untuk melengkapi bacaan, link yang bisa disimak:
JADI, simpulannya:
1. Modal pertama agar amal diterima Allah adalah niat yang ikhlas.
2. Peningkatan kuantitas dan kualitas amal sangat dibutuhkan. Walaupun demikian jangan terlalu melihat sisi kuantitas.
3. Apapun yang kita baca dalam kehidupan beragama, baik al Qur'an, al Hadits, dzikir, shalawat, karya-karya Ulama, bahkan tradisi-tradisi baik yang di dalamnya terdapat kalam-kalam yang baik, maka hendaklah dipahami maknanya dan maksud sebenarnya, sebagai upaya peningkatan kualitas dan langkah mengaktualisasikan apa yang dibaca dalam kehidupan sehari-hari.
4. Diperlukan upaya peningkatan mutu dalam sisi hubungan sosial sebagai hubungan horisontal antar sesama manusia dan lingkungan
Sahabatku, dalam kondisi zaman seperti sekarang maka haruslah semakin bersabar, jangan melihat sisi lahiriah belaka tetapi hendaklah orang berakal memperjuangkan sisi batiniah demi keselamatan hati, ucapan, dan perbuatan dan agar dapat menggapai ridla Allah.

Bagian akhir, kita renungkan dawuh Imam asy Syafi'i:
يُخَاطِبُنِي السَّفِيْهُ بِكُلِّ قُبْحٍ فَأَكْرَهُ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ مُجِيْبًا يَزِيْدُ سَفَاهَةً فَأَزِيْدُ حُلْمًا كَعُوْدٍ زَادَهُ الْإِحْرَاقُ طِيْبًا
"Orang jahil bicara kepadaku dengan segala kejelekan. Aku enggan menjawab. Semakin bertambah kejahilannya maka semakin bertambah kesabaranku. Bagai gaharu dibakar, semakin menebar kewangian."
Ya Allah, beberapa temanku telah lebih dahulu Engkau panggil, maka ampunilah dosa-dosa mereka dan rahmatilah dalam ridlaMu..
Ya Allah, berilah kemampuan di sisa umurku untuk mengabdi sebenarnya kepadaMu sebagai umat Nabi Muhammad shallallāhu 'alaihi wa sallam.. Aamiin
REGUK LAUTAN ILMU... MARI TERUS MENGAJI!!!

اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Walhamdu lillāh
Garut, Dinihari, 03 Desember 2018/
25 Rabi'ul Awwal 1440 H
#a2zakhoel_alMukhlashi
Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Bijaklah Dalam Berkomentar!