Hari-hari berjalan seperti biasa, Steven bangun dari tidurnya.
“Hari ini apakah sama dengan hari-hari yang kemarin ?” gumannya.
“Steven.. bangun...!!!!!” teriak ibunya. “Iya bu.” jawab Steven.
“Cepat mandi.” perintah ibu.
“Iya bu, aku ambil handuk dulu.” sahut Steven.
Setelah mandi Steven langsung bergegas memanasi mesin motornya, setelah panas baru dia berangkat sekolah. “Bu aku berangkat sekolah dulu.” “Hati-hati di jalan ya !” “Ya bu.” Seperti biasanya, Steven menjemput Romeo yang menunggunya di depan rumah. Romeo adalah teman TK hingga sekarang. “Lama banget kamu siih.” “Sorry, aku telat bangun.” “Ya udah, ayo berangkat.” “Kamu yang bonceng.” “Wani piro, hahahah. Mana Kuncinya.” Di perjalanan ternyata Steven masih membicarakan tentang Meidy, memang Steven suka dengan Meidy, tetapi tidak berani mengungkapkannya. Romeo teman Steven adalah seorang Playboy, jadi tidak salah apabila Steven selalu bertanya bagaimana mendapatkan hati seorang cewek. “Rom, gimana yang kemarin ?” “Yang mana ?” “Soal Meidy.” “Oh Meidy, sudah kucoba mak comblangin dirimu dengan meidy, Tinggal kamu berani apa nggak?” “Berani dong...” “Preeeeettttt, yang pertama aja nggak berani.” “Huust...” “Kamu sudah dianggap pengecut di kelasmu, iyakan ?” “Iya sih..” “Makanya buktikan !” “Akan kucoba.” Setelah sampai di sekolah Romeo langsung memakirkan motor Steven, dan Steven langsung masuk ke kelas. Steven menaruh helm lalu berbaris didepan kelas dan bersalaman dengan Bapak dan Ibu Guru lalu masuk ke kelas. “Duduk siap grak, berdoa mulai !” Justin menyiapkan. Lalu anak-anak berdoa, meskipun Steven ikut berdoa tetapi hatinya tetap memikirkan Meidy “Hey, berdoa kok nglamun !”, bentak Rini. “Nggak kok !” sahut Steven. “Bohong, aku gak percaya.” Tambah Rini “Iya deh, aku lagi mikirin Meidy.” “Dari kemarin kok Meidy, Loe itu kelamaan masa’ lebih dari satu semester gak berani nembak, pengecut.” “Apa maksudmu ?” “Gak ada.” “Apa ?” “Sudahlah.” Selama pelajaran berlangsung, Steven ngomong terus. Banyak anak-anak dikelas yang selalu membicarakan Steven, karena Steven dianggap pengecut. Steven tidak berani menembak Meidy. Tidak ada yang tahu mengapa Steven penakut. “Teeet...teet....teet....” bel pelajaran berbunyi, menandakan bergantinya pelajaran. “Duh duh, pelajarannya sudah ganti.” keluh Steven “Ngomong apa ?” jawab Rini “Apa loe ?” “Hey Steven, gimana soal Meidy.” tambah Julia. “Nggak gimana-gimana.” “Kamu itu kok penakut cee.” “Huusst kata siapa aku penakut ?” “Kataku barusan. Kalo kamu memang bukan penakut, ayo buktikan jangan banyak omong. Kalo memang tidak berani jangan ungkit-ungkit Meidy lagi.” “Ya gimana lagi dong ?” “Ya gak tau, aku, Romeo, dan teman-teman sudah membantumu, kini tinggal kau berani apa nggak?” “Berani dong !” “Gombal, yang dulu-dulu aja gak berani.” tambah Rini “Apa maksudmu ?” tanya Steven “Ngomong apa loe ?” jawab Rini “Sudah Rin, gak usah ngurusi orang pengecut.” tambah Julia. “Mending-mending Yulio daripada elu.” sahut Rini. “Apa maksudmu ?” ejek Steven. “Gak ada.” balas Rini. “Teet...teet...teet...”, bel istirahat pun berbunyi. Julia menemui Meidy untuk mencoba makcomblangi yang ketiga kalinya agar Meidy menerima Steven. “Hai Med. Gi ngapain.” sapa Julia. “Gak lagi ngapa-ngapain, ada apa ?” jawab Meidy “Gak ada apa-apa.” “Mana si kurcaci.” tanya Meidy. “Biasa, lagi ke kantin.” “Ou.” “Dia hari ini ngomongin kamu lagi lo.” “Haah, kalo dia memang suka ma aku. Kasih tau dia supaya langsung ngomong di depanku.” “Tapi kamu terima apa nggak.” “Ya jelas nggak mungkin, aku kan sudah punya pacar.” “Steven orangnya banyak omong, jadi meskipun gua ngomong yang sebenarnya, pasti dia ngayal lagi.” “Ya agak tau kalo yang itu.” Seteleh beberapa lama ngobrol dengan Meidy, Julia pun kembali ke kelas. “Ven, kata Meidy kalo lo memang jantan, langsung ngomong didepannya.” Kata Julia “Oke !” jawab Steven “Preet, ku gak percaya lo berani, lo kan bebek.” sambung Ricky. “Omonganmu itu loo.” “Kenyataan kan, kamu itu banyak omong tapi gak bisa membuktikan.” “Apa maksudmu ?” “Opa apa ?” “Kamu tu punya akal apa nggak sih, di omongin bahasa manusia nggak bisa.” “Pahit sekali kau ngomong !” “Terserah gua, mulut-mulut gua.” “Terserahlah.” “Teet...teet...teet...”, Bel masuk berbunyi. Steven duduk ke bangkunya. “Ayo lah....kapan pulangnya.” keluhnya. “Parah-parah, baru masuk ingin cepat pulang.” sahut Samuel.” “Terserah gua dong !” jawab Steven “Kalo gitu ya pulang sana !” “Gak mau ya !” “Gak mau gitu, kok mau pulang sendiri.” “Hey Steven, biarlah Meidy menentukan, Dia sudah punya cowok jangan dikejar-kejar terus.” nasihat Justin. “Ya gak tau lah.” jawab Steven. “Itulah nasib orang yang gak bisa percaya diri.” tambah Julia. “Bisamu hanya mengandalkan ngobrol di Facebook, langsung ngomong ke orangnya, dan kalo nggak berani, lupakan sajalah.” “Oke I’m fine.” “I’m fine, I’m fine. Gak tau artinya aja ngomong-ngomong. “Teet...teet...”, bel jam pelajaran pun berbunyi, menandakan bergantinya jam pelajaran. “Selamat Siang anak-anak.” Salam buguru. “Selamat Siang bu.” “Tugas-tugas yang belum selesai, sekarang dikerjakan dan nanti bel pulang harus segera dikumpulkan. Mengerti !” “Mengerti bu.” “Aduh duh... aku belum ngerjain sama sekali.” “Makanya Belajar.” sahut Tony. “Ya ya ya” “Kalo Belajar itu yang tekun.” tambah Jay. “Kok semua memojokkan aku sih.” “Gak ada yang mojokin kok, cuman memberi semangat.” “Ya, tak ngerjain dulu lah.” “Teet...teet...teet...”, bel pulang berbunyi. “Ayo anak-anak dikumpulkan tugasnya.” “Ya bu.” “Ya sudahlah ku kumpulkan aja tugasku.” “Ayo pulang, malam mingguan.” “Maksudmu apa ?” “Nothing.” Akhirnya Steven pulang dan langsung tidur, di dalam hatinya berkata, ”Apakah aku masih pantas bersandar dengan Meidy ?” Pertanyaan itu hanya Tuhan yang dapat menjawabnya. “Mungkinkah mimpi akan tetap menjadi mimpi ?” keluhnya. Akhirnya Steven tertidur hingga sore, tanpa ingat apa-apa.
“Jam berapa sekarang, apa tadi itu mimpi ya ? kok blank ya. Ya sudahlah sekali mimpi tetaplah mimpi.”
Karangan penulis terinspirasi oleh seorang teman
0 Comments:
Posting Komentar
Bijaklah Dalam Berkomentar!