
A
بسم الله الرحمن الرحيم
CELOTEH LOGIKA ALAMI
Jangan ada yang protes, ini cuma harapan kok hehehe.. Ambil lucunya saja bisa jadi kepolosan berpendapat berasal dari ketidaktahuan terhadap akar masalah, atau ya awam sama sekali..
Dan nantinya jangan komentar politik ya.. Karena tidak ada yang politis di sini.
Suatu hari pernah ada obrolan dengan teman, dan beliau itu berkata jika saya jadi eksekutif (presiden), legislatif (anggota DPR), dan yudikatif yang akan saya lakukan hal-hal berikut, tapi memang antara ketiga unsur pemegang kekuasaan itu harus bersama jangan bekerja masing-masing, resiko trias politika.. Lha ya kalau ada apa-apa jangan satu pihak saja yang disalahkan karena produk hukum kebanyakan hasil persetujuan bersama.. Hehe
Kata beliau, langkah pertama yang akan dilakukan adalah memperbaiki sistem pendidikan, baik pendidikan formal, informal dan non formal dari mulai rencana, kurikulum sampai dengan kesejahteraan pelaku pendidikan dengan cara yang lebih "simple", sederhana bahkan dilakukan dalam satu pintu. Termasuk fokus pada infrastrukturnya.
Dalam pendidikan tidak fokus dengan menumpuk-numpuk administrasi dengan tumpukan kertas, ya sudah memerlukan digitalisasi dan itu cukup buat hasil kinerja. Harusnya Guru itu sibuknya ngajar bukan numpuk-numpuk kertas buat afministrasi yang ikut berperan dalam penggundulan hutan, pegawai lain pun sibuk dengan penyelesaian administrasi karena satu persoalan satu server, kenapa gak ada link lintas sektoral ya. Hehe
Langkah selanjutnya adalah menjadikan pesantren menjadi sokoguru pendidikan, sehingga setiap pelajar muslim wajib jadi santri dengan meningkatkan produktifitas sesuai minat dan bakat. Tapi tentunya pesantren dengan metode murni yang katanya ketinggalan zaman dan tradisional itu bukan pesantren yang tiba-tiba muncul hehe.. Kyai memiliki kedudukan terhormat di mata hukum agar mereka tidak sibuk dengan membuat proyek. Karena sekarang beda zaman, kalau dulu seorang Kyai itu dipenuhi kebutuhannya oleh masyarakat dari kayu bakar sampai beras, sementara sekarang banyak masyarakat hanya menjadikan sebagai simbol agama saja, saat acara ritual keagamaan baru ibutuhkan sementara kebutuhan mereka (para kyai) sehari-hari kurang diperhatikan. Banyak masyarakat lupa kalau mati, para ahli agamalah yang akan mengurusnya. Tapi gak baik juga thama' ke manusia, wajar saja bila akhirnya terjun kepada nyaleg, karena gak ada penghasilan tetap.
Terutama para Kyai yang dulunya fokus untuk ngaji dan gak sekolah tentunya nyaleg juga gak bisa karena gak ada legalitas formal.. Nah yang bisa nyaleg pas sudah jadi anggota legislatif, pesantren terbiarkan gak ada yang ngurus, hehehe.. Tapi gak begitu juga MASIH BANYAK Kyai walaupun tidak sekolah formal tapi luar biasa dengan keuletannya gak tanggung-tanggung makannya santri ditanggung padahal jumlahnya ribuan, tapi jumlahnya sangat jarang.
Jadi, intinya kekharismatikan Kyai itu perlu dipertahankan, apa masyarakat gak kasian sama kyai yang prihatin. Untungnya kebanyakan ahli agama itu sudah banyak belajar dengan qana'ah, zuhud, dan tawakkal..
Selanjutnya mengapa pengembangan pesantren sangat penting bahkan harus lebih diperhatikan dari lembaga pendidikan mana pun, karena secara historis telah membuktikan bahwa lembaga inilah yang paling handal untuk membangun umat dan teguh dalam menjaga negeri dan perjuangan.
Teringat pada kisah saat Hiroshima dan Nagasaki di bom atom, katanya di Jepang yang ditanyakan, "masih adakah guru?" Ketika diketahui masih ada beberapa guru mereka punya haraoan besar memajukan negerinya. Nah di negeri kita punya plus, "Masih adakah pesantren dan Kyai?"
Sayangnya paradigna di masyarakat masih banyak yang keliru, mereka menganggap pesantren itu tempat mendidik anak-anak bandel, sehingga anaknya yang bandel diancam, "Kalau bandel terus ntar dimasukkan ke pesantren" hehe.. Padahal anak bandel itu 99% kesalahan orang tua, dan 1% kesalahan pergaulan.. Akhirnya pesantren lebih berperan menjadi tempat rehabilitasi, duh lucu memang akhir zaman.. Alias zaman edan..
Selanjutnya menyeimbangkan antara pengembangan diri dengan kemajuan iptek, karena yang terpenting bukan senjatanya tapi orangnya, "The Man behind the gun.."
Yang perlu direnungkan, orientasi pembangunan mengutamakan sektor non edukasi dan mengenyampingkan sektor edukasi dampaknya akan terlihat ketika telah melewati satu generasi ke depan. Sama seperti Romawi tempo dulu, mereka mengagungkan seni dan kekuatan (keindahan) tubuh dan materi. Lupa terhadap pembangunan ruhaniah dan spiritual. Satu saat akan menjadi bumerang bagi negeri yang seperti itu.
Contohnya: memberikan hadiah kepada atlet itu bagus, kemudian bagi yang berprestasi diberi hadiah 1, 5 M tanpa potongan (gratis). Kita gak pernah ngerti dengan itu yang jelas diakui sektor non edukasi memang jadi prioritas. Nah seorang guru dalam grade tertentu untuk mendaoatkan nominal sebesar itu perlu waktu 700 bulan kecuali kalau ngutang sana dan sini. Tapi aneh juga sie, ketika guru hendak dinaikkan kesejahteraannya ada juga yang iri padahal mereka jadi pejabat dulunya karena punya guru..
Politik dan ekonomi berada di tahap ke dua, karena sekarang menjadi tidak jelas mana politik dan mana ekonomi. Lha penomenanya politik itu berujung ke ekonomi, dan ekonomi berujung jadi politik. Tuh buktinya banyak politikus kemudian korupsi, dan ekonom mau jadi politikus. Heran kadang.. Hehe
Mengubah paradigma kerja dan pengangguran, soalnya negeri ini penuh dengan potensi yang bisa dikembangkan. Sudah jelas ada kerjaan eh karena tidak ada gaji tetap disebut pengangguran, heran kan? Masa pengangguran dapat transfer 10 juta sementara yang kerja mau sepuluh juta harus gadai SK. Hehehe..
Sejarah membuktikan sebuah negeri yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, ilmu dan pendidikan maka peradabannya maju. Sehingga aneh mata pelajaran PAI kok cuma dua jam dalam seminggu coba dech tambahin lagi soalnya waktu belajar peserta didik berlangsung sampai sore.. Kecuali di Madrasah cukup banyak jamnya tapi perlu pengintegrasian materi karena kelihatannya agak masing-masing seolah bukan sistem pendidikan agama Islam yang terintegrasi..
Itulah syaratnya, sehingga setiap sarjana yang dicetak ilmunya tolak ukurnya bukan hanya di dalam transkrip nilai saja tapi ada dalam berfikir rasional dan religius, dan terbukti dalam aksi dan aktualisasi bukan menjadi dungu yang mudah kena dengan virus "hoax".
Realitas sekarang itu memprihatinkan, diskusi dan tontonan yang selalu muncul di televisi sibuk dengan acara politik dan hiburan, dan penuh dengan berita tentang bela diri dan lempar batu sembunyi tangan, dan kriminal.. Pendidikan yang tidak mendidik
Banyak yang senang mengumbar aib orang lain tapi lupa sama aib sendiri.. ,, 😂
Padahal sebenarnya aparat hukum dan keamanan sebagai benteng negara tak akan terlalu sibuk mengatasi kemungkinan karena bila pendidikan berada di atas rel maka masyarakatnya cerdas, berilmu, dan berakhlak.
Merajalelanya:
* Kedangkalan dalam agama dan keberagamaan
* Korupsi
* Kejahatan
* Kemaksiatan
* Kedzaliman
* Kerusakan alam
* Dekadensi akhlak dan moralitas
* Saling menghujat dan menyebar hoax
* Perseteruan dan intoleransi
* Gontok-gontokan
Adalah indikator adanya penyimpangan dari nilai-nilai pendidikan yang ideal.
Kalau syaratnya tidak dipenuhi, kata ahli ushul:
إذا انتفى الشرط انتفى المشروط
" Jika syaratnya tidak ada, maka yang disyaratkan pun menjadi tidak ada.."
Saya bicara realitas karena berpegang oada idealitas..
Itulah kata dia..
Kepolosan seperti ini adalah contoh berfikir masyarakat saat ini, termasuk saya.. mereka tak butuh teori tapi butuh aksi dan figur keteladanan..
Tugas kita untuk membenahi segalanya..
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والحمد لله رب العالمين
#a2zakhoel_alMukhlashi
09 Januari 2019
0 Comments:
Posting Komentar
Bijaklah Dalam Berkomentar!