Jumat, 08 Maret 2019

Catatan Ki Aas #15 SUDAH SEMPURNAKAH MARTABAT KEYAKINAN IMAN KITA?


A
بسم الله الرحمن الرحيم

SUDAH SEMPURNAKAH MARTABAT KEYAKINAN IMAN KITA?
(Bagian Satu) *)


Keimanan seseorang terletak pada keyakinannya karena keyakinan merupakan keimanan itu sendiri.

Iman, yang secara bahasa sering diartikan dengan percaya pada essensinya bukanlah sekedar percaya tetapi membenarkan dan meyakini dengan sepenuh hati atas apa pun yang bersumber dari Nabi Muhammad shallallāhu 'alaihi wa sallam. Dalam sebuah definisi:

الإيمان هو التصديق بما جاء به النبي صلى الله عليه وسلم من العقائد والأحكام _ حاشية الدسوقي على أم البراهين ط. دار الحكمة جاكرتا ص. ١٥
"Iman adalah membenarkan atas apa yang telah didatangkan oleh Nabi shallallāhu 'alaihi wa sallam berupa aqidah-'aqidah dan hukum-hukum."

Berbicara iman artinya berbicara keyakinan. Dan berbicara keyakinan artinya berbicara kemakrifatan.

Makrifat terhadap seluruh masalah 'aqidah dalam lapangan ilmu tauhid sebagaimana diungkapkan dalam kitab yang sama:

المراد بإتقانها معرفتها بالدليل ولو إجماليا والمراد بمعرفتها اعتقادها اعتقادا جازما _ حاشية الدسوقي على أم البراهين ط. دار الحكمة جاكرتا ص. ١٥
"Yang dikehendaki (dimaksud) dengan meyakininya (meyakini 'aqāid at tauhīd) adalah makrifat terhadapnya berdasarkan dalil walaupun dalil ijmali dan yang dimaksud memakrifatkan adalah mengi'tiqadkan terhadapnya dengan i'tiqad yang jāzim (kuat 100 %)..."

Sehingga dalam ilmu tauhid yang disebut makrifat adalah:

إدراك جازم مطابق للواقع ناشئ عن دليل
"Pengetahuan yang jāzim, sesuai dengan kenyataannya (sesuai dengan al Qur'an, al Hadits, dan ketetapan-ketetapan aqidah shahīhah), yang mampu mendatangkan dalil."

Berdasarkan definisi, maka keyakinan seseorang terhadap masalah-masalah aqidah mestilah berdasarkan dalil, sehingga terjadi khilaf Ulama hukum seseorang yang beraqidah tanpa mengetahui dalilnya, secara garis besar khilaf tersebut terbagi kepada beberapa kelompok, di antaranya ada yang berpendapat sah imannya dan ada yang berpendapat tidak sah imannya karena dikategorikan iman muqallid (orang memiliki keyakinan tapi tidak mengetahui dalilnya) dan keyakinan seseorang tanpa mengetahui dalilnya tidak akan terhindar dari keragu-raguan sehingga layak dikatakan tidak (belum) sah. Meskipun demikian ada yang memberi batasan di tengah-tengah bahwa orang yang beraqidah tanpa dalil adalah sah imannya tetapi durhaka karena tidak mau belajar.

Biarlah masalah perbedaan seperti di atas bukan sesuatu yang sangat prinsip, tetapi yang mesti digarisbawahi adalah kewajiban meyakini sepenuh hati terhadap 'aqidah-'aqidah keimanan.

Sahabatku, keyakinan yang paling asasi adalah keyakinan atas adanya Allah Subhānahu wa Ta'ālā sebagai satu-satunya Zat yang wajib diibadahi dengan sebenarnya dan tidak ada lagi Tuhan yang layak disembah dan diabdi dengan sebenarnya selain ZatNya.

Memakrifatkan Allāh dengan keyakinan sempurna adalah kewajiban pertama seorang manusia. Syaikh Ibnu Ruslan menjelaskan dalam Nadzam kitab az Zubadnya sebagai berikut:

اول وَاجِب على الْإِنْسَان # معرفَة الْإِلَه باستيقان _ الزبد في الفقه الشافعي ص: ٥
" Kewajiban pertama atas manusia adalah makrifat kepada Allah dengan menuntut keyakinan"

Penjelasan bait tersebut dikupas oleh Imam Syams Ar Ramli dalam kitab Ghāyatul Bayān sebagai berikut:

معرفَة الْإِلَه تَعَالَى باستيقان أَي يَقِينا لقَوْله تَعَالَى {فَاعْلَم أَنه لَا إِلَه إِلَّا الله} {وليعلموا أَنما هُوَ إِلَه وَاحِد} وَلِأَنَّهَا مبْنى سَائِر الْوَاجِبَات إِذْ لَا يَصح بِدُونِهَا وَاجِب وَلَا مَنْدُوب وَالْمرَاد بهَا معرفَة وجوده تَعَالَى وَمَا يجب لَهُ من إِثْبَات أُمُور وَنفي أُمُور وَهِي الْمعرفَة الإيمانية أَو البرهانية لَا الْإِدْرَاك والإحاطة بكنه الْحَقِيقَة لامتناعه شرعا وعقلا _ غاية البيان شرح زبد ابن رسلان ص: ٥
"Memakrifatkan Allah Ta'ālā dengan menuntut keyakinan yaitu meyakini Firman Allah Ta'ālā:

فَاعْلَمْ اَنَّهٗ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ
"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah, ..." (Q.S. Muhammad [47]:19),
dan FirmanNya:

وَلِيَـعْلَمُوْۤا اَنَّمَا هُوَ اِلٰـهٌ وَّاحِدٌ
"... agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa, ..." (Q.S. Ibrahim [14]:52)
 
Dan karena makrifat kepada Allah adalah pondasi dari segala kewajiban yang lain sebab tanpanya tidak ada kewajiban atau kesunahan yang dianggap sah.
Yang dimaksud dengan makrifat kepada Allah adalah makrifat atas adanya Allah, dan apa yang wajib kepadanya untuk menetapkan berbagai perkara atau meniadakan ketetapan berbagai perkara, dan hal itu merupakan makrifat keimanan dan pembuktian rasional bukan pengetahuan yang didapat secara utuh dan menyeluruh tentang hakekat Allah sebab hal tidak mungkin (terlarang) baik secara syara' atau pun akal"

Semua yang dibahas di atas adalah meyakini adanya Allah berdasar ilmu Tauhid yang menuntut penggunaan nalar akliyyah dan dalil naqli, dan dalam masalah ini terjadi pembahasan luas dari para Ulama bahkan ikhtilaf dalam berbagai masalhnya tetapi yang paling penting adalah seluruh pembahasan harus menunjukkan bahwa Allah itu tersifati dengan segala sifat kesempurnaan dan disucikan dari segala sifat kekurangan.

Sahabatku, saat berbicara tentang kemakrifatan ternyata bukan saja menjadi bahasan dalam cabang ilmu tauhid sebab istilah makrifat juga dibahas oleh para Shufi, dan ketika membahas kemakrifatan dalam lapangan tashawuf maka yang digunakan adalah bukan persoalan kalāmiyyah tetapi lapangan dzauq, ilmu rasa. Hanya saja tetap dalam lapangan tashawuf yang menjadi dasar adalah kesempurnaan bertauhid, sehingga tidaklah mungkin lapangan ilmu tauhid dikesampingkan dalam menjalaninya.

Masalah puncak keyakinan dalam makrifat dalam pandangan tashawuf menurut kajian keilmuan adalah menaikkan peringkat dan martabat keyakinan dari 'ilmul yaqīn, menjadi 'ainul yaqīn, lalu haqqul yaqīn, dan menurut sebagian menuju martabat terakhir, yaitu haqīqatul yaqīn.

Agar lebih jelas dalam memahami, diperlukan pemahaman tentang makna اليقين، yakin itu sendiri.

Sahabatku, secara bahasa kata yaqīn adalah bentuk masdar dari:

يَقِنَ وأيقن يوقن إيقانًا ، وييقن يقنًا ويقينًا ، فهو موقن .

Dalam kamus dikatakan:

واليقين نقيض الشك ، فهو العلم وتحقيق الأمر وإزاحة الشك ، فكما أن العلم نقيض الجهل ، فكذلك اليقين نقيض الشك ، يقال : علمته يقينًا ، أي علمًا لا شك فيه (انظر: لسان العرب ، ومعجم مقاييس اللغة ، والصحاح)
 
Yakin adalah lawan dari syak (keraguan), yaitu mengetahui, menyatakan sesuatu perkara, dan menyingkirkan keraguan. Sebagaimana berilmu adalah lawan kebodohan maka keyakinan adalah lawan dari keraguan. Seperti dikatakan : "saya mengetahuinya dengan yakin" maksudnya "mengetahui yang tanpa keraguan di dalamnya"

Dengan demikian pengetahuan yang tanpa keraguan menjadikan diri seseorang menjadi tenang sehingga dapat beramal berdasar keyakinannya.

Sedangkan menurut istilah, Syaikh ath Thāifah, Imam al Junaid al Baghdadi memberikan batasan:

"اليقين ارتفاع الريب في مشهد الغيب" _ الرسالة القشيرية في علم التصوف، لأبى القاسم عبد الكريم بن هوازن القشيري النيسابوري ط. المكتبة العصرية، صيدا، بيروت، ص: ١٨١
"Yakin adalah melenyapkan keraguan dalam bermusyahadah atas al Ghayb."

Dan Imam al Junaid juga memberikan batasan yakin:

"اليقين هو استقرار العلم الذي لا ينقلب، ولا يتحول، ولا يتغير في القلب" _ طبقات الشافعية الكبرى، للإمام تاج الدين السبكي ،ط. دار إحياء الكتب العربية، ج ٢ ص ٢٦٤
"Kekokohan ilmu yang tidak akan menerima penggantian, penjelmaan lain dan perubahan dalam kalbu."

Dari definisi di atas, yakin itu menghilangkan keragu-raguan sehingga tidak akan berubah sedikit pun atas apa yang diyakini dalam kalbu.

Sehingga sebagian ulama mengatakan bahwa kedudukan keyakinan terhadap keimanan memiliki kedudukan bagai ruh terhadap jasad, seseorang tidak akan melakukan sesuatu kecuali berdasar atas keyakinannya. Ia adalah cahaya yang dititipkan Allah dalam kalbu seorang mukmin, sehingga dia bisa melihat hakikat dan mendapatkan anugerah dari karunia Allah.

Hakikat yang ia peroleh adalah hakikat ketauhidan tanpa ada sedikitpun keraguan yang mengurangi keyakinannya, membenarkan hal-hal yang ghaib, selalu melakukan ibadah, sangat tsiqah (kokoh) kepercayaan terhadap Allah. Ketsiqahan yang melahirkan kepasrahan dan membenarkan sepenuh hati bahwa Allah adalah segalanya yang segala urusan dikembalikan padaNya.

Orang yang mencapai keyakinan sempurna tidaklah berharap kepada selain Allah, tidaklah takut selain kepadaNya, tidak berduka ketika manusia berduka, tidak berubah keimanan ketika orang-orang yang lemah iman mengalami keraguan. Mengapa demikian? Karena mereka makrifat kepada Allah, sehingga mana mungkin makhluk yang lemah dapat mempengaruhinya sementara dirinya telah cukup akrab mengenal Allah dalam keterbatasan mereka.

Sehingga boleh dikatakan YAKIN ADALAH yang kokoh berdasar ilmu, dan merasakan ketentraman jiwa terhadap segala sesuatu yang terkandung dalam al Qur'an dan as Sunnah tentang Allah Ta'ālā sehingga menggerakkan dirinya untuk melaksanakan penghambaan ('ubudiyyah) disertai keikhlasan dan mengikuti segala yang telah didatangkan oleh Nabi Muhammad shallallāhu 'alaihi wa sallam.

Dan boleh pula engkau katakan bahwa engkau meyakini apa yang disampaikan oleh Allah sehingga Allah bagimu sebagai saksi dalam hidupmu.

Sahabatku, yakin adalah salah satu cabang iman bahkan termasuk amal kalbu yang tertinggi. Karena keyakinan adalah keimanan yang seutuhnya. Dalam sebuah Hadits:

عن ابن مسعود رضى الله عنه أنه قال : «اليقين هو الإيمان كله»( أخرجه البخاري معلقاً بصيغة الجزم في كتاب الإيمان )
"Keyakinan adalah keimanan sepenuhnya."

Maksudnya adalah bahwa keyakinan sebagai cabang iman merupakan termasuk derajat keimanan tertinggi, keyakinan adalah bagian terbesar dari hakikat keimanan sehingga jika iman merupakan jasad maka keyakinan adalah ruh atau kalbu bagi jasad tersebut.

Terhadap kalimat di atas, ada yang menyebut sebagai Sabda Rasulullah shallallāhu 'alaihi wa sallam bukan semata perkataan S. Ibnu Mas'ud radliyallāhu 'anhu, misalnya saja Syekh Hujjatul Islām Imam al Ghazali.

ومنها أن يكون شديد العناية بتقوية اليقين فإن اليقين هو رأس مال الدين قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اليقين الإيمان كله (١) فلا بد من تعلم علم اليقين أعني أوائله ثم ينفتح للقلب طريقه ولذلك قال صلى الله عليه وسلم تعلموا اليقين (٢) ومعناه جالسوا الموقنين واستمعوا منهم علم اليقين وواظبوا على الاقتداء بهم ليقوى يقينكم كما قوي يقينهم وقليل من اليقين خير من كثير من العمل _ إحياء علوم الدين ج ١ ص ٧٢
-----
(١) حديث اليقين الإيمان كله أخرجه البيهقي في الزهد والخطيب في التاريخ من حديث ابن مسعود بإسناد حسن
(٢) حديث تعلموا اليقين أخرجه أبو نعيم من رواية ثور بن يزيد مرسلا وهو معضل رواه ابن أبي الدنيا في اليقين من قول خالد بن معدان

"(Dan diantara tanda-tanda Ulama Akhirat) adalah hendaknya ia sangat membantu dalam penguatan keyakinan, karena keyakinan adalah MODAL AGAMA. Rasulullah shallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Keyakinan adalah keseluruhan Iman', MAKA MESTILAH MEMPELAJARI 'ILMUL YAQĪN (harfiyyahnya ilmu tentang keyakinan, penjabarannya cukup luas _ pen), maksud saya pada permulaannya kemudian memberikan pintu keterbukaan bagi kalbu bagi jalannya, karena itulah Rasulullah shallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda: 'PELAJARILAH OLEH KALIAN TENTANG KEYAKINAN.' Maksudnya bermujalasahlah dengan orang-orang yang yakin dan perhatikanlah dari mereka ilmu tentang keyakinan dan biasakanlah mengikuti mereka agar kuat keyakinanmu sebagaimana kuatnya keyakinan mereka, SEDIKIT KEYAKINAN LEBIH BAIK DARIPADA BANYAK BERAMAL (tanpa keyakinan - pen).."

Terhadap dua hadits yang dimuat oleh Imam al Ghazali, al 'Iraqi memberikan penjelasan:
1. Terhadap hadits pertama, diriwayatkan oleh al Baihaqi dalam az Zuhd dan al Khathib dalam at Tārikh dari Hadits Ibnu Mas'ud dengan isnad hasan.
2. Terhadap hadits ke dua, telah diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dari riwayat Tsaur bin Yazid, secara mursal dan hadits itu Mu'dlal, telah meriwayatkan Ibnu Abi ad Dunya dari pendapat Khalid bin Ma'dan.

Terlepas dari kedudukan hadits apakah marfu' atau mauquf, yang jelas keyakinan adalah derajat yang tinggi dalam keimanan.

Keyakinan sepenuh hati bahwa tiada tuhan yabg wajib diibadahi dengan sebenarnya selain Allah dapat menjadikan seseorang selamat dan masuk surga. Akan tetapi biarlah kita melaksanakan amalan-amalan demi mendapatkan ridlaNya atas dasar keyakinan tersebut. Dalam Shahih Muslim diriwayatkan:

حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ الْحَنَفِيُّ حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو كَثِيرٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ
كُنَّا قُعُودًا حَوْلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَنَا أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فِي نَفَرٍ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَيْنِ أَظْهُرِنَا فَأَبْطَأَ عَلَيْنَا وَخَشِينَا أَنْ يُقْتَطَعَ دُونَنَا وَفَزِعْنَا فَقُمْنَا فَكُنْتُ أَوَّلَ مَنْ فَزِعَ فَخَرَجْتُ أَبْتَغِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَتَيْتُ حَائِطًا لِلْأَنْصَارِ لِبَنِي النَّجَّارِ فَدُرْتُ بِهِ هَلْ أَجِدُ لَهُ بَابًا فَلَمْ أَجِدْ فَإِذَا رَبِيعٌ يَدْخُلُ فِي جَوْفِ حَائِطٍ مِنْ بِئْرٍ خَارِجَةٍ وَالرَّبِيعُ الْجَدْوَلُ فَاحْتَفَزْتُ كَمَا يَحْتَفِزُ الثَّعْلَبُ فَدَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَقُلْتُ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا شَأْنُكَ قُلْتُ كُنْتَ بَيْنَ أَظْهُرِنَا فَقُمْتَ فَأَبْطَأْتَ عَلَيْنَا فَخَشِينَا أَنْ تُقْتَطَعَ دُونَنَا فَفَزِعْنَا فَكُنْتُ أَوَّلَ مِنْ فَزِعَ فَأَتَيْتُ هَذَا الْحَائِطَ فَاحْتَفَزْتُ كَمَا يَحْتَفِزُ الثَّعْلَبُ وَهَؤُلَاءِ النَّاسُ وَرَائِي فَقَالَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ وَأَعْطَانِي نَعْلَيْهِ قَالَ اذْهَبْ بِنَعْلَيَّ هَاتَيْنِ فَمَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ فَكَانَ أَوَّلَ مَنْ لَقِيتُ عُمَرُ فَقَالَ مَا هَاتَانِ النَّعْلَانِ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ فَقُلْتُ هَاتَانِ نَعْلَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَنِي بِهِمَا مَنْ لَقِيتُ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ بَشَّرْتُهُ بِالْجَنَّةِ فَضَرَبَ عُمَرُ بِيَدِهِ بَيْنَ ثَدْيَيَّ فَخَرَرْتُ لِاسْتِي فَقَالَ ارْجِعْ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ فَرَجَعْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَجْهَشْتُ بُكَاءً وَرَكِبَنِي عُمَرُ فَإِذَا هُوَ عَلَى أَثَرِي فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَكَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قُلْتُ لَقِيتُ عُمَرَ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي بَعَثْتَنِي بِهِ فَضَرَبَ بَيْنَ ثَدْيَيَّ ضَرْبَةً خَرَرْتُ لِاسْتِي قَالَ ارْجِعْ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ يَا عُمَرُ مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا فَعَلْتَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي أَبَعَثْتَ أَبَا هُرَيْرَةَ بِنَعْلَيْكَ مَنْ لَقِيَ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ بَشَّرَهُ بِالْجَنَّةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَلَا تَفْعَلْ فَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَتَّكِلَ النَّاسُ عَلَيْهَا فَخَلِّهِمْ يَعْمَلُونَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَلِّهِمْ _ صحيح مسلم
Maksudnya:
Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami; Umar bin Yunus al-Hanafi telah menceritakan kepada kami; Ikrimah bin Ammar telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Abu Katsir telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Abu Hurairah telah menceritakan kepada kami, dia berkata, "Dalam sebuah peperangan kami pernah duduk-duduk mengitari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan bersama kami ada Abu Bakar dan Umar. Lalu beliau beranjak pergi dari sekeliling kami dan terlambat untuk kembali sampai-sampai kami khawatir kalau beliau tertangkap oleh musuh atau tertimpa musibah. Kami semua sangat khawatir, dan orang yang paling mengkhawatirkan keadaan beliau adalah aku. Maka aku pun berdiri dan keluar untuk mencari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hingga sampai pada sebuah kebun milik kaum anshar dari bani Najjar. Akupun mengitarinya dengan harapan akan mendapatkan sebuah pintu masuk, namun aku tidak mendapatkannya. Dan ternyata ada sebuah aliran sungai dari luar kebun yang masuk dari sebuah pojok kebun. Maka akupun berusaha masuk sebagaimana seekor musang berusaha masuk melalui sebuah lobang sempit. Dan aku pun menemukan Rasulullah shallallāhu 'alaihi wasallam. Beliau berseru: 'Abu Hurairah! ' Akupun menjawab, 'Ya, wahai Rasulullah."Ada apa?", tanya beliau. Aku menjawab, "Begini wahai Rasul, engkau tadi sedang bersama-sama dengan kami, lalu tiba-tiba engkau pergi meninggalkan kami dan lama tidak kembali hingga kami pun sangat khawatir akan keselamatanmu, terutama aku wahai Rasul. Maka akupun berusaha memasuki kebun ini dari sebuah lobang yang sangat sempit sebagaimana seekor musang, dan mereka (para sahabat yang lain) ada di belakangku. Sambil berkata beliau memberikan kedua sandalnya kepadaku: 'Wahai Abu Hurairah, bawalah kedua sandalku ini, dan siapapun yang kau temui di balik kebun ini ia bersaksi bahwa tidak tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan ia menancapkan keyakinan ini dalam hatinya, maka berilah kabar gembira kepadanya dengan surga.' Dan kebetulan orang yang pertama kali bertemu denganku ialah Umar, maka iapun bertanya, 'Ada apa dengan kedua sandal itu wahai Abu Hurairah? ' Aku menjawab, 'Ini adalah kedua sandal Rasulullah shallallāhu 'alaihi wasallam, beliau menyuruhku untuk membawanya dan menyampaikan kabar gembira surga kepada orang yang pertama kali bertemu denganku sedang ia bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan ia menyakininya dengan hatinya.' Maka Umar pun memukulku dengan tangannya tepat di tengah-tengah dadaku (ulu hati-pent) hingga aku jatuh duduk, lalu berkata, 'Kembalilah wahai Abu Hurairah! ' Maka akupun kembali menemui Rasulullah dengan wajah menahan tangis, dan ternyata Umar saat itu juga mengikutiku. Seketika itu Rasulullah shallallāhu 'alaihi wasallam bertanya: 'Ada apa denganmu wahai Abu Hurairah? ' Aku menjawab, 'Aku telah bertemu dengan Umar, lalu aku kabarkan kepadanya mengenai apa yang telah engkau perintahkan kepadaku namun tiba-tiba ia memukulku dengan keras tepat di ulu hatiku hingga aku jatuh lunglai, setelah itu dia berkata, 'Kembalilah! ' Maka Rasul pun berkata: 'Wahai Umar, kenapa kamu berbuat demikian? ' Umar menjawab, 'Wahai Rasulullah, apa benar engkau telah mengutus Abu Hurairah dengan kedua sandalmu itu dan menyuruhnya memberi kabar gembira dengan surga bagi orang yang pertama kali ditemuinya sedang ia bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dengan keyakinan yang mantap dalam hatinya? ' Beliau menjawab: 'Ya, benar.' Umar berkata, 'Sebaiknya engkau tidak berbuat demikian wahai Rasulullah, karena sesungguhnya aku sangat khawatir kalau-kalau manusia akan bergantung padanya, dan biarkanlah mereka melaksanakan amalan-amalan yang baik.' Rasulullah shallallāhu 'alaihi wasallam berkata (kepada Abu Hurairah-pent): 'Biarkanlah mereka (tidak mengetahui hadits ini) '."

Silakan fokus pada kalimat:

«من لقيت من وراء هذا الحائط يشهد أن لا إله إلا الله مستيقنًا بها قلبه فبشره بالجنة»
".. dan siapapun yang kau temui di balik kebun ini ia bersaksi bahwa tidak tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan ia menancapkan keyakinan ini dalam hatinya, maka berilah kabar gembira kepadanya dengan surga..."

Keyakinan sepenuh hati dapat membawa seseorang masuk ke kebahagiaan abadi di surga.

Dalam Hadits yang lain dikatakan bahwa keyakinan adalah sumber kemaslahatan orang beriman:

«صلاح أول هذه الأمة بالزهد واليقين ويهلك آخرها بالبخل والأمل»(أخرجه أحمد في الزهد )
"Kemaslahatan awal dari umat ini dengan ZUHUD dan YAQIN, dan akan binasa akhir umat ini dengan BAKHIL dan ANGAN-ANGAN."

Dan diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad diriwayatkan bahwa anugerah keyakinan haruslah diminta, walaupun dalam konteksnya perintah memohon kepada Allah perma'afan, maka kedudukan keyakinan adalah diatas perma'afan itu sendiri:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ خُمَيْرٍ عَنْ سُلَيْمِ بْنِ عَامِرٍ عَنْ أَوْسَطَ قَالَ
خَطَبَنَا أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَقَامِي هَذَا عَامَ الْأَوَّلِ وَبَكَى أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ سَلُوا اللَّهَ الْمُعَافَاةَ أَوْ قَالَ الْعَافِيَةَ فَلَمْ يُؤْتَ أَحَدٌ قَطُّ بَعْدَ الْيَقِينِ أَفْضَلَ مِنْ الْعَافِيَةِ أَوْ الْمُعَافَاةِ عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّهُ مَعَ الْبِرِّ وَهُمَا فِي الْجَنَّةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّهُ مَعَ الْفُجُورِ وَهُمَا فِي النَّارِ وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَقَاطَعُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمْ اللَّهُ تَعَالَى _ رواه الإمام أحمد في مسنده
Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami, dia berkata; Syu'bah telah menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Khumair, dari Sulaim bin 'Amir, dari Ausath, dia berkata; Abu Bakar berkhutbah kepada kami dan berkata; Rasullah shallallāhu 'alaihi wasallam berdiri ditempatku ini pada tahun pertama. Lalu Abu Bakar menangis, kemudian berkata; mohonlah kepada Allah al mu'āfāh (ampunan) atau ia berkata al 'ā'fiyah (keselamatan), karena tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih utama dari al 'ā'fiyah atau al mu'āfāh SETELAH KEYAKINAN. Berlaku jujurlah kalian karena kejujuran bersama kebajikan dan keduanya berada di surga, dan jauhilah dusta karena dusta bersama kejahatan dan keduanya berada di neraka, dan janganlah kalian saling dengki, bermusuhan, dan jangan pula saling memutus tali silaturrahim dan saling berpaling, akan tetapi jadilah kalian bersaudara sebagaimana yang Allah Ta'ālā perintahkan."

Juga hadits di atas dimuat oleh Imam al Bukhari dalam al Adab al Mufrad dan Shahih Imam Ibnu Majah:

«... وسلوا الله اليقين والمعافاة ؛ فإنه لم يؤت أحد بعد اليقين خيرًا من المعافاة»(أخرجه البخاري في الأدب المفرد، وصحيح سنن ابن ماجه)
KEYAKINAN adalah ANUGERAH ALLAH maka kita dituntut untuk memohon diberi keyakinan.

Selain termaktub dalam riwayat Imam an Nasāī, bahwa Iman yang penuh dengan keyakinan tanpa keraguan sebagai amal yang sangat dicintai oleh Allah.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُبْشِيٍّ الْخَثْعَمِيِّ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ إِيمَانٌ لَا شَكَّ فِيهِ وَجِهَادٌ لَا غُلُولَ فِيهِ وَحَجَّةٌ مَبْرُورَةٌ قِيلَ فَأَيُّ الصَّلَاةِ أَفْضَلُ قَالَ طُولُ الْقُنُوتِ قِيلَ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ جُهْدُ الْمُقِلِّ قِيلَ فَأَيُّ الْهِجْرَةِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ هَجَرَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قِيلَ فَأَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ جَاهَدَ الْمُشْرِكِينَ بِمَالِهِ وَنَفْسِهِ قِيلَ فَأَيُّ الْقَتْلِ أَشْرَفُ قَالَ مَنْ أُهَرِيقَ دَمُهُ وَعُقِرَ جَوَادُهُ _ رواه النسائي
(Diriwayatkan) dari 'Abdullah bin Hubsyi Al Khats'ami bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya; "Amal apa yang paling utama?" Beliau bersabda: "Keimanan tanpa ada keraguan padanya, jihad tanpa ada kedengkian dan haji mabrur." Beliau ditanya; "Shalat apa yang paling utama?" Beliau menjawab: "Lama dalam berdoa ketika shalat; sebelum ruku' dan setelahnya." Dikatakan; "Sedekah apa yang paling utama?" Beliau menjawab: "Sedekah yang diupayakan dengan kerja keras saat rejekinya terbatas." Dikatakan; "Hijrah apa yang paling utama?" Beliau menjawab: "Orang yang berhijrah (meninggalkan) apa yang Allah -Azza Wa Jalla- haramkan." Dikatakan; "Jihad apa yang paling utama?" Beliau menjawab: "Orang yang berjihad melawan kaum musyrikin dengan harta dan jiwanya." Dikatakan; "Mati apa yang paling mulia?" Beliau menjawab: "Orang yang darahnya dialirkan dan kudanya disembelih."

Fokus pada kalimat:

أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ إِيمَانٌ لَا شَكَّ فِيهِ .....
"Amal apa yang paling utama?" Beliau bersabda: "Keimanan tanpa ada keraguan padanya ...."

Hadits tersebut juga tertulis dalam Musnad Imam Ahmad dan Sunan ad Dārimī.

Sahabatku dengan demikian, keyakinan itu memuat seluruh keimanan, dan artinya memuat seluruh dari agama.

Barangsiapa ragu terhadap Allah, Rasul-Nya, dan agama Islam maka gelar yang layak disandang adalah kafir.

Firman Allah:

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِا للّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَا بُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَ مْوَا لِهِمْ وَاَ نْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰٓئِكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ
"Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Q.S. Al-Hujurat [49]: 15)

Setidaknya pada bagian ini terdapat motivasi agar kita senantiasa meningkatkan keyakinan beragama, keyakinan atas aqidah keimanan secara lebih mendalam..

YANG JELAS, iman itu dalam kalbu, maka bukan HAK ANDA mengkafirkan keimanan seseorang selama belum nyata kekafirannya berdasarkan ilmu yang disampaikan dalam ajaran Islam.

Insyā Allāh masalah martabat keyakinan akan sayalanjutkan pada bagian berikutnya..

*) DARI BERBAGAI SUMBER

=== BERSAMBUNG ===

اللهم لك الحمد ولك الشكر
اللهم اجعلنا من الموقنين بك، وبرسولك محمد صلى الله عليه وسلم، و اجعلنا من المصدقين بما جاء به رسولك صلى الله عليه وسلم من العقائد والأحكام،
اللهم إنا نسألك إيمانا دائما ، ونسألك قلبا خاشعا ، ونسألك علما نافعا ، ونسألك يقينا صادقا ، ونسألك دينا قيما ، ونسألك العافية من كل بلية ، ونسألك تمام العافية ، ونسألك دوام العافية ، ونسألك الشكر على العافية ، ونسألك الغنى عن الناس
وصلى الله وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
والحمد لله رب العالمين _ آمين يا رب العالمين

#a2zakhoel_alMukhlashi

Garut, Dini hari, 28 Februari 2019/23 Jumādā ats Tsåniyah 1440 H
Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Bijaklah Dalam Berkomentar!